Sabtu, 17 November 2012

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Manusia dianugerahi akal oleh Allah agar dapat berpikir mana yang benar dan salah. Untuk mengetahui benar atau salah manusia perlu berpikir kritis, analitis, dan logis. Namun tidak semua kebenaran dapat dianalisa menggunakan logika karena terdapat beberapa hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia, seperti hal-hal ghaib dan kebenaran agama. Karena kebenaran itu dala sekali letaknya, tidak terjangkau semuanya oleh manusia . Dalam menyusun argumentasi, untuk mengambil kesimpulan yang benar , kita harus menggunakan pola berpikir/penalaran yang benar pula . Pola penalaran dapat di bagi menjadi dua yaitu induktif dan deduktif. Metode penyimpulan induktif adalah metode penarikan kesimpulan yang didalamnya secara langsung bergerak dari suatu premis tunggal menujunpada suatu kesimpulan. Dalam penyimpulan induktif banyak sekali kekurangan karena kesimpulan hanya langsung diambil dari premis tunggal. Jadi, kemungkinan terjadi miss komunikasi sangatlah besar. Dalam masyarakat penarikan simpulan langsung digunakan sehingga muncullah gossip, isu dan fitnah. Oleh karena itu sebaiknya pengambilan simpulan secara langsung dihindari untuk menghindari miiskomunikasi. Sedangakan penyimpulan deduktif adalah dimulai dengan menggunakan pernyataan umum (premis umum/mayor), diikuti pernyataan khusus (premis khusus/minor) dan menarik kesimpulan terhadap hal yang khusus . Metode ini lebih efektif untuk meminimalisasikan terjadinya misskomunikasi. Metode penyimpulan deduktif sering digunakan dalam penulisan karya ilmiah, penulisan buku-buku ilmu pengetahuan serta penulisan yang lain. Karena itu penulis dalam karya ini akan menjelaskan metode penyimpulan tidak langsung atau penyimpulan deduksi dan manfaatnya dalam filsafat ilmu dan dasar-dasar logika. 1. 2. RUMUSAN MASALAH Sesuai dengan latar belakang masalah maka perlu disusun perumusan masalah agar tidak terjadi kesalahpahaman dan penafsiran antara penulis dan pembaca. Dari latar belakang tersebut maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah yang dimaksud dengan silogisme? 2. Apakah jenis-jenis dan hukum-hukum silogisme? 3. Apakah manfaat silogisme dalam studi filsafat ilmu dan dasar-dasar logika? 1. 3. TUJUAN Dari rumusan masalah di atas maka penulis memiliki tujuan penulisan sebagai berikit: 1. Untuk memahami pengertian penyimpulan silogisme. 2. Mengetahui jenis-jenis dan hukum-hukum penyimpulan silogisme. 3. Manfaat silogisme dalam studi filsafat ilmu dan dasar-dasar logika. BAB II PEMBAHASAN 2. 1. PENGERTIAN SILOGISME. A. Definisi silogisme Silogisme merupakan bagian yang paling akhir dari pembahasan logika formal dan dianggap yang paling penting dalam ilmu logika. Dalam teori silogisme kesimpulan terdahulu terdiri dari dua premis saja dan salah satu premisnya harus universal dan dua premis tersebut harus ada unsur – unsur yang sama – sama dimiliki oleh kedua premisnya. Secara etimologi silogisme berasal dari bahasa yunani yaitu “syllogismos yang artinya kesimpulan (inferensi) atau banding logis adalah jenis argumen logis di mana satu proposisi (kesimpulan) yang disimpulkan dari dua orang lain (tempat) dari suatu bentuk tertentu, yaitu kategori proposisi . silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif, yang disusun dari pernyataan dan konklusi (kesimpulan).Penalarannya bertolak dari pernyataan bersifat umum menuju pada pernyataan/simpulan khusus . Dengan kata lain silogisme adalah pola berpikir yang disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Contoh 1, Semua mahasiswa mempuyai KTM ( Premis Mayor ) 2. Joko adalah mahasiswa ( Pemis Minor ) 3. Jadi Joko mempuyai KTM ( Kesimpulan ) Pada contoh diatas dapat dilihat adanya persamaan antara Pemis pertama dengan Pemis kedua yakni terdapat kata mahasiswa dan salah satu dari keduanya universal yaitu premis pertama. Oleh karena itu nilai kebenaran dari kesimpulan sama dengan nilai kebenaran dua Pemis sebelumnya. Kesimpulan yang diambil bahwa Joko mempunyai KTM adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua primis yang mendukungnya. Pertanyaannya adalah apakah kesimpulan itu benar maka hal ini harus di kembalikan kepada kebenaran premis yang mendahuluinya. Jika kedua premis yang mendahuluiya benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga benar. Dengan demikian maka ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal yaitu kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan kesimpulan. Jadi, jika salah satu persyaratan tidak dipenuhi maka kesimpulan yang ditariknya salah. B. Bagian-bagian Silogisme Pada dasarnya silogisme mempuyai empat bagian 1. Bagian pertama disebut premis mayor. Premis mempuyai arti kalimat yang dijadikan dasar penarikan kesimpulan, ada juga yang mengatakan premis adalah kata-kata atau tulisan sebagai pendahulu untuk menarik suatu kesimpulan atau dapat juga diartikan sebagai pangkal pikiran. Premis mayor artinya pangkal pikir yang mengandung term mayor dari silogisme itu, yang nantinya akan menjadi predikat dalam konklusi (kesimpulan) Contoh : Semua mahasiswa mempuyai KTM. 2. Bagian kedua disebut dengan premis minor. Premis minor artinya pangkal pikiran yang mengandung term minor (Kecil) dari silogisme itu , yang nantinya akan menjadi subjek dalam konklusi. Contoh : . Joko adalah mahasiswa 3. Bagian ketiga adalah bagian – bagian yang sama dalam dua premis tersebut , yang biasanya disebut medium term atau term tengah, Karena terdapat pada kedua premis, maka bertindak sebagai penghubung antara keduanya , tetapi tidak muncul dalam konklusi. 4. Bagian keempat disebut konklusi atau kesimpulan. yang mengatakan bahwa apa yang benar dalam mayor, juga benar dalam term minor Artinya kalau memang benar, Semua mahasiswa mempunyai KTM, maka joko yang menjadi bagian dari mahasiswa adalah mempuyai KTM. Joko mempuyai KTM. C. Absah dan Benar Dalam membuat kesimpulan tentu diharapkan kesimpulan tersebut mempunyai nilai kebenaran. Karena itu suatu kesimpulan harus memenuhi syarat-syarat keabsahan dan kebenaran. Berikut ini adalah syarat-sayarat absah dan benar. • Absah (valid) berkaitan dengan prosedur apakah pengambilan konklusi sesuai dengan patokan atau tidak. Dikatakan valid apabila sesuai dengan patokan dan tidak valid bila sebaliknya. • Benar berkaitan dengan: 1. Proposisi dalam silogisme itu. 2. Didukung atau sesuai dengan fakta atau tidak. Bila sesuai fakta, proposisi itu benar, bila tidak ia salah. Keabsahan dan kebenaran dalam silogisme merupakan satuan yang tidak dapat dipisahkan, untuk mendapatkan yang sah dan benar. Hanya konklusi dari premis yang benar prosedur yang sah konklusi itu dapat diakui. Mengapa demikian? Karena bisa terjadi: • Dari premis salah dan prosedur valid menghasilkan konklusi yang benar. • Demikian juga dari premis salah dan prosedur invalid dihasilkan konklusi benar. Variasi-Variasi a. Prosedur valid, premis salah dan konklusi benar. b. Prosedur invalid, premis benar dan konklusi salah. c. Prosedur invalid, premis salah dan konklusi benar. d. Prosedur valid, premis salah dan konklusi salah . Contoh: a. Prosedur valid, premis salah dan konklusi benar. • Semua manusia itu penjahat. (salah) • Semua penjahat itu sholeh. (salah) • Jadi: Semua penjahat itu manusia. (benar) b. Prosedur invalid(tak sah),premis benar dan konklusi salah. • Marzuki Ali adalah anggota DPR. (benar) • Ruhut Sitompul bukan Marzuki Ali. (benar) • Jadi: Ruhut Sitompul bukan Anggota DPR (salah) c. Prosedur invalid, premis salah dan konklusi benar. • Sebagian mahasiswa adalah patung. (salah) • Sebagian manusia adalah patung. (salah) • Jadi: Sebagian manusia adalah mahasiswa. (benar) d. Prosedur valid, premis salah dan konklusi salah. • Semua perempuan tidak shalat. (salah) • Semua mahasiswa adalah perempuan. (salah) • Jadi: Semua mahasiswa tidak shalat. (salah) 2. 2. Macam – macam silogisme. Silogisme merupakan bentuk penyimpulan tidak langsung karena dalam silogisme kita menyimpulkan pengetahuan baru yang kebenarannya diambil dari dua permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu. Silogisme terdiri dari silogisme katagorik ,silogisme hipotetik, Silogisme disjungtif, konjungtif maupun melalui dilema. untuk lebih lanjut akan kami jelaskan berikut ini ; A. Silogisme kategorik adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan proposisi kategorik. Demi lahirnya konklusi maka pangkal umum tempat kita berpijak harus merupakan proposisi universal, sedangkan pangkala khusus tidak berarti bahwa proposisinya harus partikular atau singular, tetapi bisa juga proposisi universal tetapi ia diletakkan di bawah aturan pangkalan umumnya. Pangkalan khusus dapat menyatakan permasalahan yang berbeda dari pangkalan umumnya , tapi bisa juga merupakan kenyataan yang lebih khusus dari permasalahan umumnya dengan demikian satu pangalan umum dan satu pangkalan khusus dapat di hubungkan dengan berbagai cara tetapi hubungan itu harus di perhatikan kualitas dan kuantitasnya agar kita dapat mengambil konklusi yang valid. Sekarang kita praktikkan bagaimana dua permasalahan dapat menghasilkan kesimpulan yang absah • Semua Manusia tidak lepas dari kesalahan • Semua cendekiawan adalah manusia Pangkalan umum disini adalah proposisi pertama sebagai pernyataan universal yang di tandai dengan kuantifier ‘ semua ‘ untuk menegaskan sifat yang berlaku bagi manusia secara menyeluruh . Pangkalan khususnya adalah proposisi kedua, miskipun merupakan pernyataan universal tetapi berada dibawah aturan pernyataan pertama sehingga dapat kita simpulkan bahwa “semua cendikiawan tidak lepas dari kesalahan”. Bila pangkalan khususnya berupa proposisi singuler prosedur penyimpulannya juga sama sehingga dari pernyataan : Semua tanaman membutuhkan air ( Premis Mayor ) M P Padi adalah tanaman ( Primis Minor ) S M Padi membutuhkan air ( Konklusi ) S P Keterangan : S = Subyek; P = Predikat M. = Middle term. Kode – kode serupa membantu kita dalam proses untuk menemukan kesimpulan langkah pertama tandailah terlebih dahulu term – term yang sama pada kedua premis , dengan memberi garis bawah kemudia kita tuliskan huruf M . term lain pada premis mayor pastilah P dan pada premis Minor pastilah S. kemudian tulislah konklusinya dengan menulis secara lengkap term S dan P nya untuk menentukan mana perimis manyor tidaklah sukar karena ia bisa dikatakan selalu dibagian awal silogisme , term menengah tidak boleh kita sebut atau kita tulis dalam konklusi . begitulah dasar dalam memperoleh konklusi . namun demikinan kita perlu memperhatikan patokan – patokan lain agar di dapat kesimpulan yang apsah dan benar. B. Silogisme Hipotetik Silogisme hipotetik adalah argument yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik yang menetapkan atau mengingkari terem antecedent atau terem konsekuen premis mayornya . Sebenarnya silogisme hipotetik tidk memiliki premis mayor maupun premis minor karena kita ketahui premis mayor itu mengandung terem predikat pada konklusi , sedangkan primis minor itu mengandung term subyek pada konklusi . Pada silogisme hipotetik term konklusi adalah term yang kesemuanya dikandung oleh premis mayornya, mungkin bagian antecedent dan mungkin pula bagian konsekuensinya tergantung oleh bagian yang diakui atau di ingkari oleh premis minornya. Kita menggunakan istilah itu secara analog , karena premis pertama mengandung permasalahan yang lebih umum , maka kita sebut primis mayor , bukan karena ia mengandung term mayor. Kita menggunakan premis minor , bukan karena ia mengandung term minor , tetapi lantaran memuat pernyataan yang lebih khusus. Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting di sini dalah menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar . Macam tipe silogisme hipotetik Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti: o Jika hujan , saya naik becak  Sekarang Hujan .  Jadi saya naik becak. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui konsekuensinya , seperti : • Bila hujan , bumi akan basah • Sekarang bumi telah basah . • Jadi hujan telah turun Silogisme hipotetik yang premis Minornya mengingkari antecendent , seperti • Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa , maka kegelisahan akan timbul . • Politik pemerintah tidak dilaksanakan dengan paksa , • Jadi kegelisahan tidak akan timbul Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari konsekuensinya, seperti: • Bila mahasiswa turun kejalanan , pihak penguasa akan gelisah • Pihak penguasa tidak gelisah • Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan C. Silogisme Disjungtif Silogisme disjungtif adalah silogisme dimana premis mayor maupun minornya , baik salah satu maupun keduanya , merupakan premis disjungtif atau ada juga yang mengatakan bahwa silogisme disjungtif adalah silogisme yang premis mayornya berbentuk proposisi disjungtif Contoh : • Kamu atau saya yang pergi • Kamu tidak pergi • Maka sayalah yang pergi a. Silogisme disjungtif mempunyai dua buah corak diantaranya : 1. Akuilah satu bagian disjungtif pada premis minor, dan tolaklah lainnya pada kesimpulan . misalnya : • Planet kita ini diam atau berputar. • Karena berputar, jadi bukanlah diam. Corak ini di sebut modus ponendo tolles. 2. Tolaklah satu bagian disjungsi pada premis minor , dan akuilah yang lainnya pada kesimpulan . Misalnya : • Planet bumi kita ini diam atau berputar • Planit bumi kita ini tidak diam • Jadi . planet bumi kita ini berputar. Corak ini disebut modus tolledo ponens. N.B. Silogisme disjungtif bisa diplangkan ke silogisme kondisional . Misalnya : • Apabila kamu tidak pergi, sayalah yang pergi . • Kami tidak pergi . • Maka sayalah yang pergi. b. Silogisme disjungtif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu : 1. Primis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah mengakui alternative yang lain, seperti : • Ia berada diluar atau di dalam • Ternyata tidak berada di luar. • Jadi ia berada di dalam. • Ia berada di luar atau di dalam • Ternyata tidak berada di dalam • Jadi ia berada di luar. 2. Premis minor mengakui salah satu alternative, kesimpulannya adalah mengingkari alternative yang lain, seperti: • Budi di masjid atau di sekolah • Ia berada di masjid. • Jadi ia tidak berada di sekolah. • Budi di masjid atau di sekolah • Ia berada di sekolah . • Jadi ia tidak berada di masjid. D. Silogisme Konjungtif adalah silogisme yang premis mayornya berbentuk suatu proporsi konjungtif. Silogisme konjungtif hanya mempunyai sebuah corak, yakni: akuilah satu bagian di premis minor, dan tolaklah yang lain di kesimpulan . Misalnya : • Tidak ada orang yang membaca dan tidur dalam waktu yang bersamaan . • Sartono tidur . • Maka ia tidak membaca Nb. Silogisme konjungtif dapat di kembalikan ke bentuk silogisme kondisional, Misalnya ; • Andaikata Sartono tidur, ia tidak membaca. • Sartono tidur • Maka ia tidak membaca. E. Dilema menurut Mundiri dalam bukunya yang berjudul logika ia mengartikan Dilema adalah argumerntasi , bentuknya merupakan campuran antara silogisme hipotetik dan silogisme disjungtif . Hal ini terjadi karena premis mayornya terdiri dari dua proposisi hipotetik dan premis minornya satu proposisi disjungtif . Konklusinya, berupa proposisi disJungtif , tetapi bisa proposisi kategorika. Dalam dilema , terkandung konsekuensi yang kedua kemungkinannya sama berat . Adapun konklusi yang diambil selalu tidak menyenangkan . Dalam debat, dilemma dipergunakan sebagai alat pemojok , sehingga alternatif apapun yang dipilih , lawan bicara selalu dalam situasi tidak menyenangkan . Suatu contoh lkasik tentang dilemma adalah ucapan seorang ibu yang membujuk anaknya agar tidak terjun dalam dunia politik , sebagai brikut; • Jika engkau berbuat adil manusia akan membencimu . Jika engkau berbuat tidak adil tuhan akan membencimu . Sedangkan engkau harus bersikap adil atau tidak adil . Berbuat adil ataupun tidak engkau akan dibenci. 2.3. HUKUM-HUKUM SILOGISME Supaya silogisme dapat merupakan jalan pikiran yang baik ada beberapa hukum dalam silogisme. Hukum tersebtu bukanlah buatan para ahli-pikir, tapi hanya dirumuskan oleh para ahli itu. Di bawah ini hukum-hukum yang menyangkut term-term antara lain: a. Hukum pertama. Silogisme tidak boleh lebih atau kurang dari tiga term. Kurang dari tiga term berarti bukan silogisme. Jika sekiranya ada empat term, apakah yang akan menjadi pokok perbandingan, tidak mungkinlah orang membandingkan dua hal denga dua hal pula, dan lenyaplah dasar perbandingan. b. Hukum kedua. Term antara atau tengah (medium) tidak boleh masuk (terdapat) dalam kesimpulan. Term medium hanya dimaksudkan untuk mengadakan perbandingan dengan term-term. Perbadingan ini terjadi dalam premis-premis. Karena itu term medium hanya berguna dalam premis-premis saja. c. Hukum ketiga. Wilayah term dalam konklusi tidak boleh lebih luas dari wilayah term itu dalam premis. Hukum ini merupakan peringatan, supaya dalam konklusi orang tidak melebih-lebihkan wilayah yang telah diajukan dalam premis. Sering dalam praktek orang tahu juga, bahwa konklusi tidak benar, oleh karena tidak logis (tidak menurut aturan logika), tetapi tidak selalu mudah menunjuk, apa salahnya itu. d. Term antara (medium) harus sekurang-kurangnya satu kali universal. Jika term antara paticular, baik dalam premis mayor maupun dalam premis minor, mungkin saja term antara itu menunjukkan bagian-bagian yang berlainan dari seluruh luasnya. Kalau demikian term antara, tidak lagi berfungsi sebagai term antara, dan tidak lagi menghubungkan atau memisahkan subyek dengan predikat. Contoh: • Beberapa politikus pembohong. • Nazarudin adalah politikus. • Nazarudin adalah pembohong. 2.4. HUKUM-HUKUM PREMIS DALAM SILOGISME Sedangkan hukum-hukum yang menyangkut premis-premis (keputusan-keputusan) antara lain . 1. Jika kedua premis (mayor dan minor) positif, maka kesimpulannya harus positif juga. 2. Kedua premis tidak boleh negatif, sebab term antara (medium) tidak lagi berfungsi sebagai penghubung atau pemisah subyek dengan predikat. Dalam silogisme sekurang-kurangnya subyek atau predikat harus dipersamakan oleh term antara (medium) 2.5. MANFAAT SILOGISME 1. Silogisme dapat meningkatkan kemampuan penalaran individu dalam rangka memahami sesuatu sesuai dengan rasio. 2. Membantu seseorang agar mampu mengendalikan diri dalam menyikapi perisitwa-peristiwa yang ada dalm masyarakat. 3. Menghindari penyimpulan langsung yang menyebabkan munculnya isu, gosip, atau bahkan fitnah. 4. Proses penalaran silogisme yang benar dapat membantu mengubah sistem keyakinan irasional menjadi keyakinan yang rasional. 5. memperbaiki pemahaman hubungan antara kejadian, keyakinan, dan emosi. 6. Dapat meningkatkan kemampuan berpikir yang kritis, analitis dan logis. 7. Dengan menggunakan metode silogisme yang benar dapat mengetahui sesuatu yang benar dan salah. BAB III PENUTUP 3. 1. Kesimpulan Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa silogisme adalah suatu pengambilan kesimpulan dari dua macam premis ( yang mengandung unsur yang sama dan salah satunya harus universal ) suatu premis yang ketiga yang kebenarannya sama dengan dua premis yang mendahuluinya. Dengan kata lain silogisme adalah merupakan pola berpikir yang di susun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Dalam penarikan kesimpulan menggunakan silogisme nilai konklusi yang di hasilkan tidak selamanya benar karena di dalam silogisme hanya konklusi dari premis yang benar dan prosedur yang sah, konklusi itu dapat diakui. Karena bisa terjadi: • Dari premis salah dan prosedur valid menghasilkan konklusi yang benar. • Demikian juga dari premis salah dan prosedur invalid dihasilkan konklusi benar. Absah (valid) berkaitan dengan prosedur apakah pengambilan konklusi sesuai dengan patokan atau tidak. Dikatakan valid apabila sesuai dengan patokan dan tidak valid bila tidak sesuai dengan patokan.Benar berkaitan dengan Proposisi dalam silogisme itu, didukung atau sesuai dengan fakta atau tidak. Bila sesuai fakta, proposisi itu benar, bila tidak ia salah. Keabsahan dan kebenaran dalam silogisme merupakan satuan yang tidak bisa dipisahkan untuk mendapatkan konlusi yang sah dan benar. Dngan menggunakan kesimpulan silogisme dapat meningkatkan kemampuan berpikir yang kritis, analitis dan logis.Dengan berpikir seperti itu dapat pula memperbaiki pemahaman hubungan antara kejadian, keyakinan, dan emosi. Sehingga dalam menyikapi sesuatu dapat terhindar dari satu kesimpulan yang belum tentu kebenarannya. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Hatta, M. 1957.Alam Pikiran Yunani II.Jakarta:Tintamas Mundari H. 1994. Logika. Jakarta: Raja Gravindo Persada Maskurun.1996. Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMK.Yogyakarta:LP2IP Nasution Hakim, Andi. 2005. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan W. Poespoprodjo, Dr, Sh, SS Phd, LPh.1999. Logika scientivika pengantar dialektika dan ilmu. Bandung: pustaka gravika. Sunardji dahri tiam. 2001 , Langkah – langkah berpikir logis,Pamekasan: Bumi Jaya nyalaran Sunartip, dkk. 2010. “Makalah silogisme dalam kehidupan sehari-hari”, Universitas Islam Malang. http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat-Silogisme/